Jumat, 28 Agustus 2015

Pembelajaran Humanistik sebagai Model Pembelajaran Yang Efektif

Pembelajaran Humanistik sebagai Model Pembelajaran Yang Efektif

Oleh:  Untung Dwiharjo

Bab I Pendahuluan

  1. Latar Belakang

Pendidikan sesunguhnya merupakan bagian  dari proses kehidupan manusia yang harus dilalui, bahkan merupakan hak setiap umat manusia bukan saja diandalkan sebagai tiket untuk meraih masa depan yang lebih baik, tetapi lebih dari itu pendidikan merupakan juga berfungsi dan selalu bertujuan untuk memperkuat hak asasi manusia.
Walapun tujuan dan sasaran-sasaran pendidikan mungkin berbeda-beda menurut konteks  nasional atau bahkan konteks lokal masing-masing budaya, politik,agama, serta sejarah masing-masing komunitas. Namun, ada suatu kesepakatan umum yang muncul dalam hukum internasional sekarang ini, yaitu: bahwa toleransi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan ciri utama dari masyarakat  yang berpendidikan. Di seluruh dunia saat ini, paling tidak ada 127 negara yang telah meratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosiala dan Budaya. Mereka setuju bahwa pendidikan haruslah diarahkan pada pengembangan kepribadian manusia sepenuhnya serta memiliki martabat, dan hendaknya mengarah kepada penguatanb penghormatan HAM dan dan kebebasan dasar. Pendidikan merupakan instrumen penting untuk memajukan hak asasi manusia (Kasim, 2001:215).
Pendidikan secara luas adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila (Sudarminto, 1990, dalam Bappeprov Jatim, 2006:14). Driyarkara (1980), misalnya menyatakan pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perbuatan fundamental dalam bentuk komunikasi antar pribadi, dan dalam komunikasi tersebut terjadi proses pemanusiaan manusia muda-dalam arti hominisasi (proses menjadikan  seseorang sebagai manusia) dan proses humanisasi (proses  pengembangan kemanusiaan manusia).
Pendidikan membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun daya kekuatan yang kreatif, yang mampu melakukan sesuatu. Salah satu aspek individual dari pemberdayaan adalah agar manusia memiliki kemampuan berpikir, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan membangun berbagai ketrampilan. Pendidikan juga membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun kekuatan bersama, solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama, untuk memecahkan masalah yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama. Selain itu, pendidikan juga membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun daya kekuatan bathin dalam dirinya. Khususnya harga diri, kepercayaan diri, dan harapan akan masa depan ( Widiastono, ed, 2004, dalam   Bappeprov Jatim, 2006:14).
Tapi kenyataanya pendidikan di Indonesia malah banyak menciptakan proses dehumanisasi pada peserta didik (murid). Misalnya, masih saja ada guru yang menggunakan praktik kekerasan dalam metode pendidikan di sekolah. Setelah kasus kekerasan guru terhadap siswa terjadi di Jember, Semarang, dan Situbondo, kini kekerasan itu terjadi lagi di salah satu sekolah tingkat menengah atas di Tapanuli. Bahkan, kasus kekerasan guru di sekolah tersebut sempat membuat berang DPRD setempat.( Raditya, dalam Jawa Pos, 12 Desember 2008). Bahkan kasus tersebut masih terus terjadi seperti pada kasus kekerasan seorang guru kepada peserta didik di  sebuah sekolah di Gorontalo, Palangkaraya, serta Jombang.

  1. Pertanyaaan

Dalam makalah ini mencoba menjawab pertanyaan sebegai berikut:

  1. Bagaimana praktek pengajaran guru kepada siswa yang tidak efektif?
  2. Metode pengajar yang efektif yang seperti apa yang bisa mencapai tujuan pendidikan?  










Bab II Pembahasan

A.Praktik Pendidikan Gaya Bank

Banyak kasus pengajaran yang tidak efektif dimana salah satunya adalah kekerasan guru terhadap seorang murid. Hal itu terjadi karena guru melihat siswa yang harus selalu patuh, tidak boleh salah. Sehingga siswa langsung divonis salah begitu tidak mematuhi aturan seorang guru. Kejadian terlihat praktik pendidikan yang menindas. Dimana sang siswa di tindas oleh guru ketika berbuat salah dengan cara dipukul atau tindak kekerasan yang lain. Praktik pendidikan sedemikian meminjam bahasa Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas (2008)  dinamakan dengan konsep pendidikan gaya bank. Dalam pendidikan gaya bank  menurut Freire memelihara dan bahkan mempertajam kontradiksi itu melalui cara-cara dan kebiasaan-kebiasaan sebagai berikut, yang mencerminkan suatu keadaan masyarakat tertindas secara keseluruhan:
  1. Guru mengajar, murid diajar.
  2. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa
  3. Guru berpikir, murid dipikirkan
  4. Guru bercerita, murid patuh mendengarkan
  5. Guru menentukan peraturan, murid diatur
  6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui
  7. Guru berbuat, guru membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya
  8. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaiakan diri dengan pelajaran itu.
  9. Guru mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang dia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid
  10. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka (Freire, 2008: 54).

Tidak mengherankan jika konsep pendidikan gaya bank memandang manusia sebagai makhuk yang bisa disamakan dengan sebuah benda yang mudah diatur. Semakin banyak murid menyimpan tabungan yang dititipkan kepada mereka, semakin kurang mengembangkan kesadaran kritis  yang dapat mereka peroleh dari keterlibatan di dunia tersebut. Kemampuan pendidikan gaya bank untuk mengurangi atau menghapuskan daya kreasi para murid, serta menumbuhkan sikap mudah percaya, menguntungkan kepentingan kaum penindas yang tidak berkepentingan dengan dunia yang terkuak atau yang berubah. 

      Sebagai alternatif, Freire (2008) menciptakan sistem baru  yang dinamakan  ”problem –posing education” atau ”pendidikan hadap masalah” yang memungkinkan konsientisasi. Dalam konsientisasi, guru dan murid bersama-sama menjadi objek yang sama. Tidak ada lagi yang memikirkan dan yang tinggal menelan, tapi mereka berpikir bersama. Pengetahuan yang sejati menuntut penemuan dan penemuan kembali melalui penyelidikan terus-menerus atas dunia, dengan dunia dan dengan seksama. Guru dan murid harus secara serempak menjadi murid dan guru. Dialog merupakan unsur sangat penting dalam pendidikan (Danuwinata, Pengantar, 2008: xxii)    



B. Pendidikan Humanistik

Salah satu metode ”pendidikan hadap masalah” yang merupakan metode pengajaran yang efektif adalah pendidikan humanistik. Menurut Hamalik (1992:44) pendidikan humanistik adalah suatu pendekatan pendidikan yang berorientasi pad pengembangan manusia (human people). Tujuan utama pendidikan humanistik adalah kemanusiaan, yang bersifat normatif, dan yang berkepribadian. Berikut ini diuraikan tentang metode pendidikan humanistik yang diangkat dari tulisan  Dr. Oemar Hamalik tentang Pendidikan Humanistik dalam bukunya Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum ( 1992:45-53):






    1. Tujuan Pendidikan Humanistik  
a.       Mengembangkan pengalaman dan semua potensi yang dimiliki oleh siswa melalui program pendidikan yang berdasarkan kebutuhannya.
b.      Mengembangkan aktualisasi diri dan kepribadian siswa
c.       Mengembangkan ketrampilan dasar yang berguna dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya, yang meliputi aspek akademik, pribadi, hubungan antar insani, komunikasi dan ekonomi.
d.      Personalisasi pendidikan dan praktek pendidikan yang mencakup proses pendidikan para siswa melalui keterlibatan secara demokratis dalam semua tingkat pelaksanaan pendidikan
e.       Menghayati pentingnya perasaan manusiawi dan menggunakan nilai-nilai dan persepsi personal sebagai faktor –faktor yang terintegrasi dalam proses pendidikan.
f.       Mengembangkan suasana belajar yang mendorong pertumbuhan siswa dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang memberikan tantangan, menumbuhkan pemahaman, bersifat menunjang serta bebas dari kecemasan
g.      Mengembangkan rasa hormat pada orang lain  dan ketrampilan menyelesaikan konflik dalam kehidupan masyarakat.

    1. Ciri-Ciri pendekatan humanistik adalah sebagai berikut:  
a.      Berorientasi pada kultur, sistem nilai dan norma-norma masyarakat
b.      Pendidikan terutama dititikberatkan pada pembentukan kepribadian yang baik
c.       Pada hakekatnya semua manusia adalah ’baik’ dan oleh karenanya perlu diberi lingkungan yang baik pula untuk mempertahankan nilai-nilai manusiawi
d.      Sekolah sangat dipengaruhi/ditentukan oleh suasana masyarakat disekitarnya, bahkan merupakan cerminya masyarakat
    1. Faktor-faktor yang mendasari Pendidikan masalah-masalah manusia
a.        Perubahan Mendasar dalam masalah-masalah manusia
Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi  maka masalah manusia juga semakin berkembang seiring dengan hal tersebut.
b.        Manusia harus selalu berorientasi ke depan (futurologis)
Manusia harus senantiasa melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Sehingga pendidikan humanistik mempersiapkan subjek didik agar mampu hidup di masyarakat pada masa yang akan datang.
c.        Konsep baru tentang kepribadian Manusia.
 Pendidikan humanistik memandang tingkah laku manusia secara komprehensif.
d.       Pandangan humanistik tentang konsep belajar
Berdasarkan pendekatan humanistik proses belajar mengandung dua bagian penting yakni (1) konfrontasi dengan informasi atau pengalaman baru, (2) pribadi siswa sendiri yang menemukan (diskoveri) mekna pengalaman tersebut.
    1. Pendidikan Humanistik dan Kurikulum.
Ada dua cara untuk menentukan apakah orang-orang,proyek-proyek, daerah-daerah, yang berbeda satu dengan yang lainya dapat ditentukan sebagai penganut pendidikan humanis atau bukan.
Pertama, dilihat dari segi pengembangan kurikulum dan penataan sekolah serta kelas. Dalam konteks ini ada tiga jenis pendekatan :
(a). Isi kurikulum yang humanistik. Isi kurikulum harus relevan dengan masalah kehidupan karena membantu siswa untuk menjelajahi masalah-masalah tertentu secara lebih efektif.
(b). Proses kurikulum yang humanistik.
Pendekatan ini berusaha mengajarkan para siswa tentang proses-proses atau ketrampilan-ketrampilan yang mereka butuhkan atau ketrampilan yang akan mereka butuhkan atau kebutuhan yang akan membimbing hidup mereka sehubungan dengan masalah identitas, kekuasaaan/kekuatan dan keterkaitan dengan yang lain.
(c) Penataan sekolah yang humanistik. Pendekatan ini adalah menata lingkungan belajar sebagai suatu cara yang memungkinkan siswa mempelajari daerah-daerah humanistik yang mereka pilih sendiri dan mendorong mereka mempelajari dan mempraktekan proses-proses humanistik sebagai bagian dari pendidikan.
Kedua, Untuk menentukan pendidikan humanistik ialah dengan memperhatikan apa yang terjadi di dalam kelas. Ada lima hal/dimensi yang dapat dilaksanakan dalam rangka pemberian kemudahan bagi pendidikan humanistik di kelas.
(a). Pilihan & Kontrol. Para siswa berusaha mencapai tujuan –tujuannya dan membuat macam-macam keputusan, perbuatan demikian terus dilakukan sepanjang hidupnya. Dalam pendidikan humanistik, para siswa belajar melakukan hal-hal tersebut, yang semakin lama semakin efektif melalui latihan terus-menerus melakukan pilihan dan kontrol berkenaan dengan pelajaran dalam rangka proses pendidikan, yang bertalian dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan dan kegiatan mereka sehari-hari.
(b) berkenaan dengan masing-masing siswa. Suatu kelas yang lebih humanistik membutuhkan kurikulum yang cenderung terfokus pada perasaan  dan minat masing-masing siswa.
(c) Keterampilan kehidupan.
Dalam pendidikan humanistik cenderung melibatkan siswa sebagai suatu keseluruhan. Meliputi siswa yang efektif, yang memiliki perasaan, pilihan, dan komunikasi serta tindakan.
(d) Evaluasi Diri.
Para siswa yang telah dewasa yang menilai kemajuan belajarnya sendiri, secara okasional memilih tes bagi dirinya, meminta orang lain  untuk melakukan balikan, mengumpulkan data tentang dirinya.
(e) Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan sebagai fasilitator bukan sebagai director of learning. Ia bersikap menunjang bukan sebagai pengkritik, bersikap memhami dan bukan bersikap mempertimbangkan, lebih nyata dan lihai dalam memainkan perannya.

    1. Proses Belajar mengajar humanistik
Pengajaran humanistik dikembangkan dalam bentuk belajar mengajar kreatif dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(a)      Guru kurang/tidak mendominasi, para siswa mendapatkan kesempatan menjawab persoalannya sendiri
(b)      Guru kurang biacara, dia lebih banyak memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mendayagunakan guru dan kelompok sebagai sumber/nara sumber belajar
(c)       Guru tidak menenukan suatu jawaban yang paling benar/tepat, akan tetapi terbuka kemungkinan munculnya jawaban-jawaban yang berbeda dan beberapa jawaban atas suatu persoalan
(d)      Guru tidak/kurang memberikan kritik  yang bersifat destruktif, tetapi  lebih banyak membantu dan mengarahkan siswa ke dirinya sendiri untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman
(e)       Guru tidak/kurang menitikkberatkan pada kegagalan dan kesalahan siswa, melainkan mendorong siswa agar menerima kekeliruannya bila mereka berbuat keliru
(f)       Guru menghargai hasil pekerjaan anak-anak, tetapi dengan cara memberikan hadiah
(g)      Tujuan pembelajaran dirumuskan secara jelas, struktur pengajaran dipahami dan diterima  oleh kelompok siswa
(h)      Para siswa mendapatkan tanggungjawab dan kebebasan bekerja dalam batas-batas tertentu
(i)        Anak-anak bisa mengemukakakn hal-hal yang menjadi uneg-unegnya dan hal-hal yang telah mereka ketahui
(j)        Gagasan-gagasan yang muncul; dari siswa dihargai oleh guru, demikian pula informasi yang mereka sampaikan, serta mengundangnya untuk melakukan penjajakan dan menemukan sendiri
(k)      Ada keseimbangan anatara tugas-tugas umum dan tanggungjawab perorangan yang bertalian dengan tugas-tugas perorangan
(l)        Guru berkomunikasi dengan jelas dengan para siswa, dan menegaskan bahwa ’Belajar adalah belajar sendiri’ (self learning).
(m)    Evaluasi adalah proses terbagi dan mencakup bidang yang luas, dimana prestasi akademik tercakup di dalamnya
(n)      Motivasi belajar tinggi dan terarah dari dalam, siswa mau mengerjakan tugas karena mereka mau mengerjakannya, bukan karena terpaksa.













Bab III Simpulan

Demikianlah sekilas tentang relevansi pendidikan humanis untuk bisa diterapkan pada pendidikan guru di kelas. Karena selama ini siswa mengalami proses dehumanisasi dalam pendidikan disekolah. Terutama ketika mereka menjalani proses-belajar mengajar di kelas.Sehingga imbasnya proses pendidikan bukannya membuat mereka kian tercerahkan tapi malah menjadi ”penjara” bagi proses pendidikan mereka guna meraih   masa depannya kelak di masa rakyat.
            Sehingga sangat relevan apabila model pembelajarn humanistik diterapkan oleh para guru di kelas ketika mengajar para murid. Toh metode ini dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), siswa tidak hanya mendapatkan ilmu dari guru tapi dari media lain (misalnya internet). Maka peran guru sebenarnya tidak terlalu dominan. Maka metode pembelajaran humanistik sangat dianjurkan untuk bisa menciptakan pembelajaran yang efektif agar tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan murid.   


***












Daftar Pustaka
1. Paulo Freire. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES. 2008
2. F. Danuwinata. Pengantar. Buku Paulo Freire. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES. 2008
3. Bappeprov Jatim. PenyusunanProgram dan Perencanaan Kebutuhan dan Pengembangan Mutu pendidikan di Jawa Timur. Surabaya. 2006
4. Ifdal kasim  & Johanes da Masenus Arus. Hak Ekonomi, Ssosial dan Budaya. Jakarta: ElSAM. 2001
5. Oemar Malik. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: Mandar Maju. 1992
6.   Ardhie Raditya. Rantai Kekerasan terhadap Murid. Dimuat dalam harian Jawa Pos
12 Desember 2008


Tidak ada komentar: