Pembelajaran
Humanistik sebagai Model Pembelajaran Yang Efektif
Oleh: Untung Dwiharjo
Bab I Pendahuluan
- Latar Belakang
Pendidikan sesunguhnya merupakan bagian dari proses kehidupan manusia yang harus
dilalui, bahkan merupakan hak setiap umat manusia bukan saja diandalkan sebagai
tiket untuk meraih masa depan yang lebih baik, tetapi lebih dari itu pendidikan
merupakan juga berfungsi dan selalu bertujuan untuk memperkuat hak asasi manusia.
Walapun tujuan dan sasaran-sasaran pendidikan mungkin
berbeda-beda menurut konteks nasional
atau bahkan konteks lokal masing-masing budaya, politik,agama, serta sejarah
masing-masing komunitas. Namun, ada suatu kesepakatan umum yang muncul dalam hukum
internasional sekarang ini, yaitu: bahwa toleransi dan penghormatan terhadap
hak asasi manusia merupakan ciri utama dari masyarakat yang berpendidikan. Di seluruh dunia saat
ini, paling tidak ada 127 negara yang telah meratifikasi Kovenan Hak
Ekonomi, Sosiala dan Budaya. Mereka setuju bahwa pendidikan haruslah
diarahkan pada pengembangan kepribadian manusia sepenuhnya serta memiliki
martabat, dan hendaknya mengarah kepada penguatanb penghormatan HAM dan dan
kebebasan dasar. Pendidikan
merupakan instrumen penting untuk memajukan hak asasi manusia (Kasim,
2001:215).
Pendidikan secara luas adalah
usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan
latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah
tercapainya pribadi yang dewasa-susila (Sudarminto, 1990, dalam Bappeprov
Jatim, 2006:14). Driyarkara (1980), misalnya menyatakan pendidikan pada hakekatnya
adalah suatu perbuatan fundamental dalam bentuk komunikasi antar pribadi, dan
dalam komunikasi tersebut terjadi proses pemanusiaan manusia muda-dalam arti
hominisasi (proses menjadikan seseorang
sebagai manusia) dan proses humanisasi (proses
pengembangan kemanusiaan manusia).
Pendidikan membantu dan
memberdayakan manusia untuk membangun daya kekuatan yang kreatif, yang mampu
melakukan sesuatu. Salah satu aspek individual dari pemberdayaan adalah agar
manusia memiliki kemampuan berpikir, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan membangun berbagai ketrampilan.
Pendidikan juga membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun kekuatan
bersama, solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama,
untuk memecahkan masalah yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama.
Selain itu, pendidikan juga membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun
daya kekuatan bathin dalam dirinya. Khususnya harga diri, kepercayaan diri, dan
harapan akan masa depan ( Widiastono, ed, 2004, dalam Bappeprov
Jatim, 2006:14).
Tapi kenyataanya pendidikan di
Indonesia malah banyak menciptakan proses dehumanisasi pada peserta didik
(murid). Misalnya, masih saja ada guru yang
menggunakan praktik kekerasan dalam metode pendidikan di sekolah. Setelah kasus
kekerasan guru terhadap siswa terjadi di Jember, Semarang, dan Situbondo, kini
kekerasan itu terjadi lagi di salah satu sekolah tingkat menengah atas di
Tapanuli. Bahkan, kasus kekerasan guru di sekolah tersebut sempat membuat
berang DPRD setempat.( Raditya, dalam Jawa Pos, 12 Desember 2008). Bahkan kasus
tersebut masih terus terjadi seperti pada kasus kekerasan seorang guru kepada
peserta didik di sebuah sekolah di
Gorontalo, Palangkaraya, serta Jombang.
- Pertanyaaan
Dalam makalah ini mencoba menjawab
pertanyaan sebegai berikut:
- Bagaimana praktek pengajaran guru kepada
siswa yang tidak efektif?
- Metode pengajar yang efektif yang seperti apa yang bisa mencapai
tujuan pendidikan?
Bab II Pembahasan
A.Praktik Pendidikan Gaya Bank
Banyak kasus pengajaran yang
tidak efektif dimana salah satunya adalah kekerasan guru terhadap seorang murid.
Hal itu terjadi karena guru melihat siswa yang harus selalu patuh, tidak boleh
salah. Sehingga siswa langsung divonis salah begitu tidak mematuhi aturan
seorang guru. Kejadian terlihat praktik pendidikan yang menindas. Dimana sang
siswa di tindas oleh guru ketika berbuat salah dengan cara dipukul atau tindak kekerasan
yang lain. Praktik pendidikan sedemikian meminjam bahasa Paulo Freire dalam
bukunya Pendidikan Kaum Tertindas (2008) dinamakan dengan konsep pendidikan gaya bank.
Dalam pendidikan gaya bank menurut
Freire memelihara dan bahkan mempertajam kontradiksi itu melalui cara-cara dan
kebiasaan-kebiasaan sebagai berikut, yang mencerminkan suatu keadaan masyarakat
tertindas secara keseluruhan:
- Guru
mengajar, murid diajar.
- Guru
mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa
- Guru
berpikir, murid dipikirkan
- Guru
bercerita, murid patuh mendengarkan
- Guru
menentukan peraturan, murid diatur
- Guru
memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui
- Guru
berbuat, guru membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya
- Guru memilih
bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaiakan
diri dengan pelajaran itu.
- Guru
mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya,
yang dia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid
- Guru
adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka (Freire,
2008: 54).
Tidak
mengherankan jika konsep pendidikan gaya bank memandang manusia sebagai makhuk
yang bisa disamakan dengan sebuah benda yang mudah diatur. Semakin banyak murid
menyimpan tabungan yang dititipkan kepada mereka, semakin kurang mengembangkan
kesadaran kritis yang dapat mereka
peroleh dari keterlibatan di dunia tersebut. Kemampuan pendidikan gaya bank
untuk mengurangi atau menghapuskan daya kreasi para murid, serta menumbuhkan
sikap mudah percaya, menguntungkan kepentingan kaum penindas yang tidak
berkepentingan dengan dunia yang terkuak atau yang berubah.
Sebagai
alternatif, Freire (2008) menciptakan sistem baru yang dinamakan ”problem –posing education” atau
”pendidikan hadap masalah” yang memungkinkan konsientisasi. Dalam
konsientisasi, guru dan murid bersama-sama menjadi objek yang sama. Tidak ada
lagi yang memikirkan dan yang tinggal menelan, tapi mereka berpikir bersama.
Pengetahuan yang sejati menuntut penemuan dan penemuan kembali melalui
penyelidikan terus-menerus atas dunia, dengan dunia dan dengan seksama. Guru
dan murid harus secara serempak menjadi murid dan guru. Dialog merupakan unsur
sangat penting dalam pendidikan (Danuwinata, Pengantar, 2008: xxii)
B. Pendidikan Humanistik
Salah satu
metode ”pendidikan hadap masalah” yang merupakan metode pengajaran yang efektif
adalah pendidikan humanistik. Menurut Hamalik (1992:44) pendidikan humanistik
adalah suatu pendekatan pendidikan yang berorientasi pad pengembangan manusia
(human people). Tujuan utama pendidikan humanistik adalah kemanusiaan, yang
bersifat normatif, dan yang berkepribadian. Berikut ini diuraikan tentang
metode pendidikan humanistik yang diangkat dari tulisan Dr. Oemar Hamalik tentang Pendidikan
Humanistik dalam bukunya Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum
( 1992:45-53):
- Tujuan
Pendidikan Humanistik
a. Mengembangkan pengalaman dan semua potensi
yang dimiliki oleh siswa melalui program pendidikan yang berdasarkan
kebutuhannya.
b. Mengembangkan aktualisasi diri dan
kepribadian siswa
c. Mengembangkan ketrampilan dasar yang
berguna dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya, yang meliputi aspek
akademik, pribadi, hubungan antar insani, komunikasi dan ekonomi.
d. Personalisasi pendidikan dan praktek
pendidikan yang mencakup proses pendidikan para siswa melalui keterlibatan
secara demokratis dalam semua tingkat pelaksanaan pendidikan
e. Menghayati pentingnya perasaan manusiawi
dan menggunakan nilai-nilai dan persepsi personal sebagai faktor –faktor yang
terintegrasi dalam proses pendidikan.
f. Mengembangkan suasana belajar yang
mendorong pertumbuhan siswa dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang
memberikan tantangan, menumbuhkan pemahaman, bersifat menunjang serta bebas
dari kecemasan
g. Mengembangkan rasa hormat pada orang
lain dan ketrampilan menyelesaikan
konflik dalam kehidupan masyarakat.
- Ciri-Ciri
pendekatan humanistik adalah sebagai berikut:
a. Berorientasi pada kultur, sistem nilai dan
norma-norma masyarakat
b. Pendidikan terutama dititikberatkan pada
pembentukan kepribadian yang baik
c. Pada hakekatnya semua manusia adalah
’baik’ dan oleh karenanya perlu diberi lingkungan yang baik pula untuk
mempertahankan nilai-nilai manusiawi
d. Sekolah sangat dipengaruhi/ditentukan oleh
suasana masyarakat disekitarnya, bahkan merupakan cerminya masyarakat
- Faktor-faktor
yang mendasari Pendidikan masalah-masalah manusia
a.
Perubahan
Mendasar dalam masalah-masalah manusia
Dengan adanya kemajuan ilmu
dan teknologi maka masalah manusia juga
semakin berkembang seiring dengan hal tersebut.
b.
Manusia
harus selalu berorientasi ke depan (futurologis)
Manusia harus senantiasa
melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Sehingga pendidikan humanistik
mempersiapkan subjek didik agar mampu hidup di masyarakat pada masa yang akan
datang.
c.
Konsep
baru tentang kepribadian Manusia.
Pendidikan humanistik memandang tingkah laku
manusia secara komprehensif.
d. Pandangan humanistik tentang konsep
belajar
Berdasarkan pendekatan
humanistik proses belajar mengandung dua bagian penting yakni (1) konfrontasi
dengan informasi atau pengalaman baru, (2) pribadi siswa sendiri yang menemukan
(diskoveri) mekna pengalaman tersebut.
- Pendidikan
Humanistik dan Kurikulum.
Ada dua cara untuk menentukan
apakah orang-orang,proyek-proyek, daerah-daerah, yang berbeda satu dengan yang
lainya dapat ditentukan sebagai penganut pendidikan humanis atau bukan.
Pertama, dilihat dari segi pengembangan kurikulum
dan penataan sekolah serta kelas. Dalam konteks ini ada tiga jenis pendekatan :
(a). Isi kurikulum yang
humanistik. Isi kurikulum harus relevan dengan masalah kehidupan karena
membantu siswa untuk menjelajahi masalah-masalah tertentu secara lebih efektif.
(b). Proses kurikulum yang
humanistik.
Pendekatan ini berusaha
mengajarkan para siswa tentang proses-proses atau ketrampilan-ketrampilan yang
mereka butuhkan atau ketrampilan yang akan mereka butuhkan atau kebutuhan yang
akan membimbing hidup mereka sehubungan dengan masalah identitas,
kekuasaaan/kekuatan dan keterkaitan dengan yang lain.
(c) Penataan sekolah yang
humanistik. Pendekatan ini adalah menata lingkungan belajar sebagai suatu cara
yang memungkinkan siswa mempelajari daerah-daerah humanistik yang mereka pilih
sendiri dan mendorong mereka mempelajari dan mempraktekan proses-proses
humanistik sebagai bagian dari pendidikan.
Kedua, Untuk menentukan pendidikan humanistik ialah
dengan memperhatikan apa yang terjadi di dalam kelas. Ada lima hal/dimensi yang
dapat dilaksanakan dalam rangka pemberian kemudahan bagi pendidikan humanistik
di kelas.
(a). Pilihan & Kontrol. Para siswa berusaha mencapai tujuan –tujuannya dan
membuat macam-macam keputusan, perbuatan demikian terus dilakukan sepanjang
hidupnya. Dalam pendidikan humanistik, para siswa belajar melakukan hal-hal
tersebut, yang semakin lama semakin efektif melalui latihan terus-menerus
melakukan pilihan dan kontrol berkenaan dengan pelajaran dalam rangka proses
pendidikan, yang bertalian dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan dan
kegiatan mereka sehari-hari.
(b) berkenaan dengan masing-masing siswa. Suatu kelas yang lebih humanistik
membutuhkan kurikulum yang cenderung terfokus pada perasaan dan minat masing-masing siswa.
(c) Keterampilan
kehidupan.
Dalam pendidikan humanistik
cenderung melibatkan siswa sebagai suatu keseluruhan. Meliputi siswa yang
efektif, yang memiliki perasaan, pilihan, dan komunikasi serta tindakan.
(d) Evaluasi Diri.
Para siswa yang telah dewasa
yang menilai kemajuan belajarnya sendiri, secara okasional memilih tes bagi
dirinya, meminta orang lain untuk
melakukan balikan, mengumpulkan data tentang dirinya.
(e) Guru sebagai
Fasilitator
Guru berperan sebagai
fasilitator bukan sebagai director of learning. Ia bersikap menunjang
bukan sebagai pengkritik, bersikap memhami dan bukan bersikap mempertimbangkan,
lebih nyata dan lihai dalam memainkan perannya.
- Proses
Belajar mengajar humanistik
Pengajaran humanistik
dikembangkan dalam bentuk belajar mengajar kreatif dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
(a) Guru kurang/tidak mendominasi, para siswa
mendapatkan kesempatan menjawab persoalannya sendiri
(b) Guru kurang biacara, dia lebih banyak
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mendayagunakan guru dan kelompok
sebagai sumber/nara sumber belajar
(c) Guru tidak menenukan suatu jawaban yang
paling benar/tepat, akan tetapi terbuka kemungkinan munculnya jawaban-jawaban
yang berbeda dan beberapa jawaban atas suatu persoalan
(d) Guru tidak/kurang memberikan kritik yang bersifat destruktif, tetapi lebih banyak membantu dan mengarahkan siswa
ke dirinya sendiri untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman
(e) Guru tidak/kurang menitikkberatkan pada
kegagalan dan kesalahan siswa, melainkan mendorong siswa agar menerima
kekeliruannya bila mereka berbuat keliru
(f) Guru menghargai hasil pekerjaan anak-anak,
tetapi dengan cara memberikan hadiah
(g) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara
jelas, struktur pengajaran dipahami dan diterima oleh kelompok siswa
(h) Para siswa mendapatkan tanggungjawab dan
kebebasan bekerja dalam batas-batas tertentu
(i)
Anak-anak
bisa mengemukakakn hal-hal yang menjadi uneg-unegnya dan hal-hal yang telah
mereka ketahui
(j)
Gagasan-gagasan
yang muncul; dari siswa dihargai oleh guru, demikian pula informasi yang mereka
sampaikan, serta mengundangnya untuk melakukan penjajakan dan menemukan sendiri
(k) Ada keseimbangan anatara tugas-tugas umum
dan tanggungjawab perorangan yang bertalian dengan tugas-tugas perorangan
(l)
Guru berkomunikasi dengan jelas dengan para siswa, dan menegaskan bahwa
’Belajar adalah belajar sendiri’ (self learning).
(m) Evaluasi adalah proses terbagi dan
mencakup bidang yang luas, dimana prestasi akademik tercakup di dalamnya
(n) Motivasi belajar tinggi dan terarah dari
dalam, siswa mau mengerjakan tugas karena mereka mau mengerjakannya, bukan
karena terpaksa.
Bab III Simpulan
Demikianlah sekilas tentang
relevansi pendidikan humanis untuk bisa diterapkan pada pendidikan guru di
kelas. Karena selama ini siswa mengalami proses dehumanisasi dalam pendidikan
disekolah. Terutama ketika mereka menjalani proses-belajar mengajar di
kelas.Sehingga imbasnya proses pendidikan bukannya membuat mereka kian
tercerahkan tapi malah menjadi ”penjara” bagi proses pendidikan mereka guna
meraih masa depannya kelak di masa
rakyat.
Sehingga
sangat relevan apabila model pembelajarn humanistik diterapkan oleh para guru
di kelas ketika mengajar para murid. Toh metode ini dengan adanya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), siswa tidak hanya mendapatkan ilmu dari
guru tapi dari media lain (misalnya internet). Maka peran guru sebenarnya tidak
terlalu dominan. Maka metode pembelajaran humanistik sangat dianjurkan untuk
bisa menciptakan pembelajaran yang efektif agar tercipta hubungan yang harmonis
antara guru dan murid.
***
Daftar Pustaka
1. Paulo Freire. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES. 2008
2. F. Danuwinata. Pengantar. Buku Paulo Freire. Pendidikan Kaum
Tertindas. Jakarta: LP3ES. 2008
3. Bappeprov Jatim. PenyusunanProgram dan Perencanaan Kebutuhan dan
Pengembangan Mutu pendidikan di Jawa Timur. Surabaya. 2006
4. Ifdal kasim & Johanes da
Masenus Arus. Hak Ekonomi, Ssosial dan Budaya. Jakarta: ElSAM. 2001
5. Oemar Malik. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Mandar Maju. 1992
6. Ardhie
Raditya. Rantai Kekerasan terhadap Murid. Dimuat dalam harian Jawa Pos
12 Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar