Rabu, 26 Agustus 2015

Menangkal Jual Beli Ijazah dan Ijazah Palsu*
Oleh: Untung DwiharjoPemerhati Pendidikan, Lulusan Fisip Unair

Rabu, 27 Mei 2015 - 09:44 WIB
Menangkal Jual Beli Ijazah dan Ijazah Palsu barat petir  di siang bolong. Begitulah saat terkuaknya kasus jual beli ijasah dan pembuatan ijazah palsu oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhamad  Nasir saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sebuah  perguruan  tinggi swasta  di kawasan Jabodetabek  beberapa waktu lalu.  Menristek M Nasir menemukan kejanggalan perguruan tinggi itu tidak memiliki izin, tetapi tetap menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bahkan mengeluarkan ijazah yang diduga palsu. Malah, perguruan tinggi yang terletak di Bekasi itu berani meluluskan mahasiswanya, meski jumlah total satuan kredit semester-nya (SKS) tak memenuhi standar kelulusan.
Kasus yang sama juga pernah terjadi beberapa waktu sebelumnya. Di mana sebuah perguruan tinggi di kawasan yang sama, dan    sebuah  univeristas  luar  negeri  yang  diduga bodong  telah meluluskan sebanyak 180 lulusan. Lulusan itu bahkan ada bergelar Doktor (PHd). Yang lebih memprihatinkan lagi, total ada 18 perguruan tinggi swasta di Jabodetabek yang telah terindetifikasi   mengeluarkan ijazah palsu atau jual beli ijazah. Bahkan salah seorang Rektor universitas ternama di luar Jawa, sampai di demo oleh mahasiswanya karena sang rektor diduga adalah lulusan perguruan tinggi asing. Sehingga mahasiswa perguruan tinggi tersebut meragukan legalitas sang Rektor dalam menandatangani  ijazah para mahasiswa tersebut. Sungguh kenyataan yang menyedihkan dunia pendidikan kita.
Fenomena  ”Gunung Es”
Fenomena  jual beli  ijazah dan ijazah palsu sebenarnya bukan barang baru di dunia pendidikan Indonesia saat ini. Pembaca mungkin masih mengingat kasus beberapa tahun silam yang sempat menghantui dunia pendidikan kita. Bagaimana beberapa tenaga pendidik demi memenuhi syarat kualifikasi pendidikan sarjana untuk keperluan sertifikasi guru menerbitkan ijazah palsu dengan mencatut nama perguruan tinggi swasta di sebuah kota besar di Jawa Timur.
Di Jawa Tengah, sebuah universitas negeri memberhentikan dengan tidak hormat salah satu tenaga pengajarnya karena menggunakan ijazah palsu. Padahal sang dosen telah memengajar selama beberapa tahun di universitas tersebut. Dan masih banyak lagi rentetan kasus jual beli ijazah dan kasus ijazah palsu yang terekspos oleh media, sementara jumlah yang terungkap itu hanyalah puncak “gunung es” dibandingkan dengan yang tak terungkap oleh Kementerian Pendidikan maupun oleh media. Coba simak seandainya dalam penerimaan CPNS daerah ada yang pendaftar yang mengunakan ijazah palsu dan tak terungkap.
Inilah yang membuat fenomena  gunung es dalam kasus jual beli ijazah dan kasus ijazah palsu ini semestinya harus segera disikapi serius oleh pihak berwenang dalam  hal ini Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi. Sebab kalau tidak, hal ini akan semakin menurunkan kualitas pendidikan tinggi di negara kita atau malah  jika menyitir pendapat dari mantan salah seorang Rektor Universitas Islam Negeri bahwa praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu merupakan “Pembusukan” dari dunia pendidikan kita.
Perketat  Ijin  Operasional
Sebenarnya proses jual beli ijazah dan ijazah palsu tidak perlu terjadi apabila pihak pemerintah melakukan pengetatan terhadap operasional ijin perguruan tinggi. Dimana  syarat-syarat sebuah lembaga pendidikan tinggi dalam menyelenggarakan proses pendidikan harus dibuat ketat, tidak ada kompromi dan di buat kaku.  Kesan yang selama ini ada, begitu gampangnya sebuah lembaga pendidikan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi tanpa kejelasan status dan gedungnya. Pernah penulis  menjumpai sebuah lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan tempat pendidikannya (perkuliahan) di sebuah ruko. Hal ini menandakan lemahnya pengawasan dari Kementrian Ristek dan Pendidikan Tinggi  terhadap lembaga tersebut.
Dibanyak daerah, (kota-kota kecil) perguruan tinggi baru menjamur bak cendawan di musim hujan. Padahal perguruan tinggi ini  belum jelas akreditasinya untuk menyelengarakan proses perkuliahan sehingga rawan praktek jual beli ijazah dan ijazah palsu.  Apakah ini sengaja dibiarkan oleh pemerintah karena melihat animo masyarakat akan kebutuhan gelar kesarjanaan? Mengingat gelar sarjana bisa mendongkrak status sosial ekonomi seseorang. Ini pula yang membuat masyarakat berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk kuliah walaupun diperguruan tinggi yang belum jelas statusnya.
Yang sering terjadi, lembaga tersebut membiarkan untuk beroperasi terlebih dulu. Tang penting ada mahasiswa dulu, baru dipikirkan mengenai ijinnya. Sehingga nantinya terjadi  “seleksi alam” dimana yang bertahan akan di berikan ijin operasional  setelah melalui studi kelayakan dan proses pengajuan ijin operasional yang panjang. Semoga bukan demikian.
Jalan  Keluar
Praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu bisa dihindari atau setidaknya diminimalisir, untuk tidak mengatakan sulit, dihapuskan dari dunia pendidikan tinggi  di Indonesia. Pertama, perketat ijin pendirian perguruan tinggi swasta/luar  negeri. Dengan cara  melakukan penelusuran langsung ke lokasi penyelenggara perguruan tinggi tersebut,  untuk selanjutnya diteliti kelengkapan   administrasi,  jumlah mahasiswa, kualifikasi dosen, serta hal-hal terkait lainya. Kedua, sanksi yang tegas harus diberlakukan pada penguna ijazah palsu dan pelaku praktik jual beli ijazah. Apabila PNS kedapatan melakukan itu maka harus segera di keluarkan dengan tidak hormat. Apa jadinya abdi negara melakukan tindakan tidak terpuji demi kenaikan pangkat dan golongan, padahal  mereka adalah pelayan rakyat. Jika tidak , maka tindakan ini mungkin akan ditiru oleh masyarakat umum secara luas. Sungguh hal ironis.
Ketiga, peningkatan kualitas  perguruan tinggi di Indonesia dengan cara meningkatkan pembinaan terhadap  universitas tersebut. Terutama perguruan tinggi swasta di kota-kota yang notabene banyak berdiri  perguruan tinggi swasta. Dan keempat, deteksi ijazah palsu dengan cara kroscek pada perguruan tinggi yang menerbitkan ijazah tersebut. Bisa juga melakukan kroscek ijazah  pada saat kenaikan pangkat seperti pada kenaikan pangkat PNS.
Penutup, sesungguhnya praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu adalah tindakan yang tidak terpuji.

Tindakan ini meminjam istilah Niccolo Machiaveli, seorang filsuf itali yang terkenal, tindakan menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan. Padahal orang  yang sedang menuntut ilmu (kuliah) kalau dengan niat yang baik akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang yang berilmu beberapa derajat” (QS:58:11).  Semoga orang yang melakukan jual beli ijazah dan ijazah palsu mengingat ayat tersebut guna sadar untuk berilmu juga dibutuhkan iman dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Semoga! ***
* Artikel Ini dimuat  di  Harian Batam Pos, pada  Rabu, 27  Mei 2015  

Tidak ada komentar: