Menangkal Jual Beli Ijazah dan Ijazah Palsu*
Oleh: Untung DwiharjoPemerhati Pendidikan, Lulusan Fisip Unair
Rabu, 27 Mei 2015 -
09:44 WIB
Menangkal Jual
Beli Ijazah dan Ijazah Palsu barat petir di siang bolong. Begitulah saat
terkuaknya kasus jual beli ijasah dan pembuatan ijazah palsu oleh Menteri
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhamad Nasir saat melakukan
inspeksi mendadak (sidak) di sebuah perguruan tinggi swasta
di kawasan Jabodetabek beberapa waktu lalu. Menristek M Nasir
menemukan kejanggalan perguruan tinggi itu tidak memiliki izin, tetapi tetap menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar bahkan mengeluarkan ijazah yang diduga palsu. Malah,
perguruan tinggi yang terletak di Bekasi itu berani meluluskan mahasiswanya,
meski jumlah total satuan kredit semester-nya (SKS) tak memenuhi standar
kelulusan.
Kasus yang sama
juga pernah terjadi beberapa waktu sebelumnya. Di mana sebuah perguruan tinggi
di kawasan yang sama, dan sebuah univeristas
luar negeri yang diduga bodong telah meluluskan
sebanyak 180 lulusan. Lulusan itu bahkan ada bergelar Doktor (PHd). Yang lebih
memprihatinkan lagi, total ada 18 perguruan tinggi swasta di Jabodetabek yang
telah terindetifikasi mengeluarkan ijazah palsu atau jual beli
ijazah. Bahkan salah seorang Rektor universitas ternama di luar Jawa, sampai di
demo oleh mahasiswanya karena sang rektor diduga adalah lulusan perguruan
tinggi asing. Sehingga mahasiswa perguruan tinggi tersebut meragukan legalitas
sang Rektor dalam menandatangani ijazah para mahasiswa tersebut. Sungguh
kenyataan yang menyedihkan dunia pendidikan kita.
Fenomena
”Gunung Es”
Fenomena
jual beli ijazah dan ijazah palsu sebenarnya bukan barang baru di dunia
pendidikan Indonesia saat ini. Pembaca mungkin masih mengingat kasus beberapa
tahun silam yang sempat menghantui dunia pendidikan kita. Bagaimana beberapa
tenaga pendidik demi memenuhi syarat kualifikasi pendidikan sarjana untuk
keperluan sertifikasi guru menerbitkan ijazah palsu dengan mencatut nama
perguruan tinggi swasta di sebuah kota besar di Jawa Timur.
Di Jawa Tengah,
sebuah universitas negeri memberhentikan dengan tidak hormat salah satu tenaga
pengajarnya karena menggunakan ijazah palsu. Padahal sang dosen telah
memengajar selama beberapa tahun di universitas tersebut. Dan masih banyak lagi
rentetan kasus jual beli ijazah dan kasus ijazah palsu yang terekspos oleh
media, sementara jumlah yang terungkap itu hanyalah puncak “gunung es”
dibandingkan dengan yang tak terungkap oleh Kementerian Pendidikan maupun oleh
media. Coba simak seandainya dalam penerimaan CPNS daerah ada yang pendaftar
yang mengunakan ijazah palsu dan tak terungkap.
Inilah yang
membuat fenomena gunung es dalam kasus jual beli ijazah dan kasus ijazah
palsu ini semestinya harus segera disikapi serius oleh pihak berwenang
dalam hal ini Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi. Sebab kalau
tidak, hal ini akan semakin menurunkan kualitas pendidikan tinggi di negara
kita atau malah jika menyitir pendapat dari mantan salah seorang Rektor
Universitas Islam Negeri bahwa praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu merupakan
“Pembusukan” dari dunia pendidikan kita.
Perketat
Ijin Operasional
Sebenarnya
proses jual beli ijazah dan ijazah palsu tidak perlu terjadi apabila pihak
pemerintah melakukan pengetatan terhadap operasional ijin perguruan tinggi.
Dimana syarat-syarat sebuah lembaga pendidikan tinggi dalam
menyelenggarakan proses pendidikan harus dibuat ketat, tidak ada kompromi dan
di buat kaku. Kesan yang selama ini ada, begitu gampangnya sebuah lembaga
pendidikan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi tanpa kejelasan
status dan gedungnya. Pernah penulis menjumpai sebuah lembaga pendidikan
tinggi menyelenggarakan tempat pendidikannya (perkuliahan) di sebuah ruko. Hal
ini menandakan lemahnya pengawasan dari Kementrian Ristek dan Pendidikan
Tinggi terhadap lembaga tersebut.
Dibanyak daerah,
(kota-kota kecil) perguruan tinggi baru menjamur bak cendawan di musim hujan.
Padahal perguruan tinggi ini belum jelas akreditasinya untuk
menyelengarakan proses perkuliahan sehingga rawan praktek jual beli ijazah dan
ijazah palsu. Apakah ini sengaja dibiarkan oleh pemerintah karena melihat
animo masyarakat akan kebutuhan gelar kesarjanaan? Mengingat gelar sarjana bisa
mendongkrak status sosial ekonomi seseorang. Ini pula yang membuat masyarakat
berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk kuliah walaupun diperguruan tinggi
yang belum jelas statusnya.
Yang sering
terjadi, lembaga tersebut membiarkan untuk beroperasi terlebih dulu. Tang
penting ada mahasiswa dulu, baru dipikirkan mengenai ijinnya. Sehingga nantinya
terjadi “seleksi alam” dimana yang bertahan akan di berikan ijin
operasional setelah melalui studi kelayakan dan proses pengajuan ijin
operasional yang panjang. Semoga bukan demikian.
Jalan
Keluar
Praktik jual
beli ijazah dan ijazah palsu bisa dihindari atau setidaknya diminimalisir,
untuk tidak mengatakan sulit, dihapuskan dari dunia pendidikan tinggi di
Indonesia. Pertama, perketat ijin pendirian perguruan tinggi swasta/luar
negeri. Dengan cara melakukan penelusuran langsung ke lokasi
penyelenggara perguruan tinggi tersebut, untuk selanjutnya diteliti
kelengkapan administrasi, jumlah mahasiswa, kualifikasi
dosen, serta hal-hal terkait lainya. Kedua, sanksi yang tegas harus
diberlakukan pada penguna ijazah palsu dan pelaku praktik jual beli ijazah.
Apabila PNS kedapatan melakukan itu maka harus segera di keluarkan dengan tidak
hormat. Apa jadinya abdi negara melakukan tindakan tidak terpuji demi kenaikan
pangkat dan golongan, padahal mereka adalah pelayan rakyat. Jika tidak ,
maka tindakan ini mungkin akan ditiru oleh masyarakat umum secara luas. Sungguh
hal ironis.
Ketiga,
peningkatan kualitas perguruan tinggi di Indonesia dengan cara
meningkatkan pembinaan terhadap universitas tersebut. Terutama perguruan
tinggi swasta di kota-kota yang notabene banyak berdiri perguruan tinggi
swasta. Dan keempat, deteksi ijazah palsu dengan cara kroscek pada perguruan
tinggi yang menerbitkan ijazah tersebut. Bisa juga melakukan kroscek
ijazah pada saat kenaikan pangkat seperti pada kenaikan pangkat PNS.
Penutup,
sesungguhnya praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu adalah tindakan yang
tidak terpuji.
Tindakan ini
meminjam istilah Niccolo Machiaveli, seorang filsuf itali yang terkenal,
tindakan menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan. Padahal orang
yang sedang menuntut ilmu (kuliah) kalau dengan niat yang baik akan ditinggikan
derajatnya oleh Allah. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantara kamu dan orang yang berilmu beberapa derajat” (QS:58:11). Semoga
orang yang melakukan jual beli ijazah dan ijazah palsu mengingat ayat tersebut
guna sadar untuk berilmu juga dibutuhkan iman dengan tidak melakukan hal-hal
yang tidak terpuji. Semoga! ***
* Artikel Ini dimuat di Harian Batam Pos, pada Rabu, 27 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar