Oleh: Untung Dwiharjo
(Pemerhati Pendidikan, Lulusan Fisip Unair & Staf Litbang YDSF Surabaya)
Fenomena kekerasan anak makin menyeruak
akhir-akhir ini. Mulai dari kasus penelantaran lima (5) orang
anak oleh ibu kandungnya di Bekasi beberapa waktu yang lalu,
kekerasan dan pembunuhan Anggelin yang diduga dilakukan oleh ibu
angkatnya di Bali yang masih ramai di media sekarang ini,
sampai kasus terbaru adalah penyiksaan yang diduga di lakukan oleh
ibu kandungnya kepada seorang anak dengan cara melukainya dengan gergaji
yang terjadi di Jakarta. Kasus lebih memiriskan hati lagi adalah
tindak kekerasan anak yang dilakukan oleh seorang ayah angkat hingga
meninggal dunia. Sungguh nasib anak yang tak berdosa yang membuat
keprihatinan kita semua. Kasus-kasus tadi menunjukan makin
seriusnya masalah kekerasan anak dewasa ini. Bahkan kalau kita
lihat statistik kekerasan anak menunjukan gejala yang
memprihatihkan Pada tahun 2011 tercatat ada 2.637 kasus
kekerasan anak yang masuk ke Komnas perlindungan anak. Dari
Jumlah itu sebanyak 62 persen diantanya kekerasan
seksual . Sedangkan tahun 2013 ada sebanyak
3.329 kasus dengan 52 persen juga kejahatan seksual. Sedang pada
2014, selama Januari-September tercatat 2.626 kasus kekerasan anak
yang di laporkan. Sedangkan pada 2015 di prediksi kasus
penelantaran atau kekersan terhadap anak semakin naik (Suyanto, 2015).
Faktor Penyebab
Kekerasan anak di dalam rumah bisa
diartikan sebagai wujud paksaaan dari yang berkuasa kepada yang di kuasasi.
Dalam hal ini orang tua ( baca ayah atau Ibu) terhadap anak. Dalam
hal adalah budaya patriarkhi yang masih ada dalam
masyarakat kita dewasa ini. Dalam budaya yang demikian maka yang tua
dalam hal ini ayah atau ibu sang anak bisa memaksakan kehendaknya
serta tindakannya kepada sang anak. Kasus penelantaran lima orang
anak di Bekasi bisa sebagai contoh tentang faktor ini. Dimana dalam
hal anak tidak dianggap sebagai manusia mandiri dan dewasa serta dalam
masa perkembangan diri.
Kemudian faktor lainnya adalah tekanan
ekonomi. Faktor ini berupa faktor tekanan ekonomi
akibat dari tiadanya penghasilan dari orang tua atau tidak mencukupinya
pendapatan seorang kepala keluarga untuk menghidupi sang
anak. Dalam hidup jaman sekarang ini dimana semua kebutuhan hidup
serba mahal maka banyak orang mengalami depresi dimana tekanan
hidup semakin keras. Maka tidak dipungkuri bisa menimbulkan
depresi pada orang tua , yang kemudian bisa melampiaskan tekanan
hidup dengan melakukan kekerasan pada anak. Atau dalam bahasa
ilmiah disebut dengan Spiral Kekerasan, dimana
semakin kebawah akan semakin sering terjadi kekerasan. Contohnya seperti
kekerasan suami kepada istri, selanjutnya istri kepada anak, anak
paling tua kepada anak di bawahnya dan seterusnya. Faktor
selanjutnya adalah tingkat kepedulian masyarakat yang
semakin menurun. Gaya hidup rasional yang semkin-hari semakin merajalela,
membuat orang atau antar tetangga saling cuek dan tidak
saling mengenal. Sehingga walaupun bertetangga seolah tidak peduli
dengan tetangga kanan-kiri. Semuanya sibuk untuk memenuhi kebutuhan
hidup dengan bekerja dari pagi sampai malam, sehingga waktu untuk
saling menyapa antar tetangga semakin berkurang Terutama
untuk wilayah kota besar. Sehingga rasa keterasingan dan
kehampaan dalam keluarga ketika terjadi masalah tidak ada saluran
untuk kanalisasi masalah sehingga imbasnya anak sebagai yang paling
lemah menjadi korban. Kasus pembunuhan Angeline bisa di jadikan salah
satu contoh dari gejala ini.
Namun demikian tidak dapat
dipungkuri bahwa faktor penyebab tadi bisa saling kait
mengkait, tidak terpisah satu dengan yang lain. Sehingga dapat
dihopetesiskan bahwa faktor kekerasan pada anak terjadi
karena saling berkaitnya antar faktor yaitu ekonomi, budaya, dan sosial yang
saling terkait satu dengan yang lain.
Jalan Keluar
Berkaca pada beberapa kasus kekerasan
anak yang ramai belakangan ini maka penulis menawarkan jalan keluar agar
kekerasan pada anak bisa di tekan sekecil mungkin. Pertama, bagi
orang tua anggaplah anak sebagai titipan tuhan (Allah) yang harus dijaga
sehingga memperlakukan anak seperti manusia dewasa, yang diperlakukan
secara manusiawi. Kedua, Ditiap kota
didirikan lembaga perlindungan anak, bahkan kalau perlu sampai
ke tingkat desa dengan pemberdayaan lembaga setempat. Ketiga,
Pemerataan hasil-hasil pembangunan guna memperkecil kesenjangan ekonomi. Di Indonesia
ditengarai saat ini angka kesenjangan yang semakin lebar antara yang kaya dan
yang miskin.
Sebagai penutup marilah kita
renungkan pepatah ini A happy family is but an earlier heaven(artinya,
keluarga bahagia adalah surga yang diberikan lebih awal)”. Demikian kata filsuf
bijak ketika mengingatkan pentingnya merawat dan menyukuri karunia Tuhan berupa
keluarga.(Romdhoni, 2014). Ungkapan ini mengandung pesan, keluarga
sejatinya pertahanan paling inti dalam kehidupan seseorang di dunia ini. Keluarga
adalah ruang terdalam yang menjanjikan kedamaian dan keamanan bagi kita umat
manusia. Bila demikian, keluarga adalah awal dari adanya kehidupan terutama
kehidupan anak, Maka janganlah kita kotori kehidupan anak dengan melakukan
kekerasan terhadapnya. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
* Artikel ini di muat pada www.qolam.net pada agustus 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar