Jumat, 23 Oktober 2020

“Revolusi Senyap” itu Bernama  Pandemi  Covid -19*

 


Oleh  Untung  Dwiharjo

Peneliti pada  LAZNAS  YDSF, Alumnus  Fisip Unair

 

 

Revolusi  adalah salah satu cara untuk merubah peradaban.Tengoklah revolusi Perancis (1787). Demikian pula revolusi Rusia  yang terjadi pada pertengahan  pertama tahun 1917. Tidak ketinggalan revolusi China (Tiongkok) pada tahun 1911-1916 yang  demikian luar biasa  bagi perubahan tata kehidupan  negara tirai bambu tersebut. Revolusi di ketiga  negara  tersebut ada kesamaan yaitu perubahan  sosial radikal yang  berlangsung  dalam jangka waktu yang relatif  pendek dan hampir selalu  disertai  kekerasan  dan pertumpahan darah.

Namun demikian  ada revolusi yang tidak disertai kekerasan atau percepatan-percepatan  yang relatif  mendadak dalam proses perkembangan yang berlangsung lama. Itulah  yang terjadi  dengan perkembangan ekonomi Inggris dimana  terjadi perkembangan industri dan  perdagangan  yang sangat cepat dan hampir eksplosif yang berlangsung  pada akhir abad ke-18  dimana itu yang sekarang dikenal  sebagai Revolusi Industri (RIN). Setelah  sekian lama  berlalu kita belum  pernah  lagi  mengalami revolusi lagi yang demikian hebat  hingga  merubah tatanan  dunia secara keseluruhan.Mungkin perang dunia 1 dan 2  serta krisis ekonomi 1998 yang bisa dikatakan  setingkat  dengan ketiga revolusi yang menguncang  dunia tersebut.

Maka pada awal 2020 ini  menurut penulis munculah tipologi  revolusi ketiga yaitu  “revolusi senyap” (Sillent Revolusion) berupa pandemi Covid-19. Dimana revolusi ini berjalan tanpa kekerasan fisik yang dilakukan manusia, tanpa pertumpahan darah,  tetapi korban manusia  hampir seluruh  dunia mengalaminya.

     

Revolusi Senyap  Pandemi  Covid-19

Dunia kini sedang  memasuki  babak  transisi  menuju  masyarakat  digital  akibat  dari   Pandemi Covid-19 ini. Setelah  sebelumnya sejarah  revolusi  dunia  mulai dari era  pertanian (agraris), menuju era Industri disusul era teknologi dengan diketemukannya  komputer. Kemudian  era  digital  dengan  ditemukannya internet.Maka “revolusi  senyap” yang terjadi sekarang ini adalah mendorong  orang seluruh  dunia untuk  masuk ke arah ciber  space (dunia maya/ digital)  secara lebih masif dan intens akibat Pandemi-Covid-19 ini. Mengapa ini dikatakan revolusi senyap? Karena  revolusi  akibat pandemi Covid-19 ini tidak disengaja atau tidak dirancang  secara  natural  karena wujud virusnya  tidak  tampak oleh mata. Sehingga muncul  istilah  dengan sebutan orang tanpa  gejala (OTG) bagi orang  yang tanpa sadar menyebarkan virus Covid-19 ini. Padahal menurut  pandangan awam  dinilai   sehat. Sehingga Covid-19 ini melakukan serangan tanpa bentuk kepada manusia yang sehat. Sehingga bisa  mengancam keselamatan manusia yang terkena virus tersebut tanpa calon korban menyadari.

Oleh  karena itu  diperlukan  kesadaran  bagi   setiap individu  bahwa  hidupnya harus berubah untuk  menanggkal setiap serangan Covid 19 ini.Dengan cara mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang selama ini digencarkan pemerintah.Karena adanya “revolusi senyap” dari pandemi Covid-19 ini nyawa setiap  manusia di dunia  menjadi terancam oleh gerakan tanpa bentuk dari virus ini.  

Melahirkan  New Normal

Setiap orang di seluruh dunia sekarang  dipaksa untuk  menyesuaikan diri untuk adaptif dengan  covid-19. Dimana mereka harus  mengubah kebiasaan yang selama ini ada sebelum Covid-19 menjadi  kebiasaan  baru seperti  bekerja  dari rumah (work form home), tinggal di rumah (Stay at Home), memakai masker, melakukan jarak sosial (social distancing) serta kebiasan cuci tangan  dan melakukan kegiatan atau pertemuan secara virtual (online).Semuanya dilakukan agar tidak terkena virus  Covid1-19 yang sangat mematikan ini. Kebiasaan lama seperti berkerumun, pertemuan organisasi atau profesi yang mengandalkan permuan fisik (tatap muka) sekarang  dikurangi  atau sebisa mungkin dihindari, bahkan kalau bisa ditiadakan. Sehingga  revolusi  Senyap Pandemi  Covid-19 melahirkan “anak kandung” berupa  tatanan dunia baru  dan masyarakat yang  berubah drastis. Perubahan inilah yang sekarang dikenal sebagai “New  Normal.”

Menurut juru bicara Pemerintah untuk penanganan Covid -19  Achmad  Yurianto istilah  New Normal  lebih menitik beratkan perubahan budaya masyarakat  untuk terbiasa hidup sehat. Kebiasaan  seperti rajin  mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menggunakan masker saat  bepergian,      menghindari  kerumunan massa, dan juga menjaga jarak fisik saat berinteraksi dengan orang lain (physical distancing). Mau tidak mau, suka tidak suka, suka rela atau terpaksa setiap manusia  harus  menyesuaikan dengan  “new normal” ini. Ia merubah  kebiasaan lama ke kebiasaan baru  yang  mungkin  berbeda 180 derajat dengan kebiasaan sebelum pandemi covid-19 ini mewabah. Semuanya di lakukan  untuk bisa terhindar atau setidaknya meminimalisir resiko untuk  terinfeksi   virus-19 ini.     

Beralih ke  Cyber Space

Perubahan pola hidup manusia di dunia akibat revolusi  senyap Pandemi covid-19 ini  terutama   beralihnya  saluran   pertemuan  manusia  dari sarana fisik (kontak fisik) berubah ke  kontak  pertemuan virtual (online) sehingga ruang sosial manusia bermigrasi ke dunia maya (online). Sehingga  aplikasi sperti Zoom Meeting, Skype,Google Hangouts, Google Meet,  dan belasan apliksi lainnya  begitu  populer untuk  memenuhi kebutuhan  interaksi sosial masyarakat. Sehinga walaupun  tidak ada pertemuan fisik  tapi tetap bertemu dalam dunia online untuk keperluan bisnis atau rapat  dan interaksi sosial lainnya. Demikian juga perilaku masyarakat dalam berbelanja pun berubah dengan lebih banyak  melakukan belanja online lewat  situs  belanja online. Hampir  semuanya  berpindah ke Cyber Space (ruang virtual/maya).

Demkianlah ternyata revolusi senyap Pandemi Covid-19 ini telah melahirkan  era “New Normal”  masyarakat  dunia. Kini kita bisa mengucapkan selamat datang ekonomi virtual dan  masyarakat cyber  di era  “New  Normal”   akibat “revolusi Senyap” pandemi  Covid-19 ini. Anda setuju?

*Tulisan ini pernah di muat di Harian Bhirawa Online 

  

Tidak ada komentar: