“Revolusi Senyap” itu
Bernama Pandemi Covid -19*
Oleh Untung Dwiharjo
Peneliti pada LAZNAS YDSF, Alumnus
Fisip Unair
Revolusi adalah salah satu cara untuk merubah
peradaban.Tengoklah revolusi Perancis (1787). Demikian pula revolusi Rusia yang terjadi pada pertengahan pertama tahun 1917. Tidak ketinggalan
revolusi China (Tiongkok) pada tahun 1911-1916 yang demikian luar biasa bagi perubahan tata kehidupan negara tirai bambu tersebut. Revolusi di
ketiga negara tersebut ada kesamaan yaitu perubahan sosial radikal yang berlangsung
dalam jangka waktu yang relatif
pendek dan hampir selalu disertai
kekerasan dan pertumpahan darah.
Namun demikian ada revolusi yang tidak disertai kekerasan atau
percepatan-percepatan yang relatif mendadak dalam proses perkembangan yang
berlangsung lama. Itulah yang terjadi dengan perkembangan ekonomi Inggris
dimana terjadi perkembangan industri
dan perdagangan yang sangat cepat dan hampir eksplosif yang
berlangsung pada akhir abad ke-18 dimana itu yang sekarang dikenal sebagai Revolusi Industri (RIN). Setelah sekian lama
berlalu kita belum pernah lagi
mengalami revolusi lagi yang demikian hebat hingga
merubah tatanan dunia secara
keseluruhan.Mungkin perang dunia 1 dan 2
serta krisis ekonomi 1998 yang bisa dikatakan setingkat
dengan ketiga revolusi yang menguncang dunia tersebut.
Maka pada awal 2020 ini menurut penulis munculah tipologi revolusi ketiga yaitu “revolusi senyap” (Sillent Revolusion) berupa pandemi Covid-19. Dimana revolusi ini
berjalan tanpa kekerasan fisik yang dilakukan manusia, tanpa pertumpahan darah, tetapi korban manusia hampir seluruh dunia mengalaminya.
Revolusi Senyap Pandemi Covid-19
Dunia kini sedang memasuki
babak transisi menuju
masyarakat digital akibat
dari Pandemi Covid-19 ini. Setelah sebelumnya sejarah revolusi
dunia mulai dari era pertanian (agraris), menuju era Industri
disusul era teknologi dengan diketemukannya
komputer. Kemudian era digital dengan
ditemukannya internet.Maka “revolusi
senyap” yang terjadi sekarang ini adalah mendorong orang seluruh
dunia untuk masuk ke arah ciber
space (dunia maya/ digital)
secara lebih masif dan intens akibat Pandemi-Covid-19 ini. Mengapa ini
dikatakan revolusi senyap? Karena
revolusi akibat pandemi Covid-19
ini tidak disengaja atau tidak dirancang
secara natural karena wujud virusnya tidak
tampak oleh mata. Sehingga muncul
istilah dengan sebutan orang
tanpa gejala (OTG) bagi orang yang tanpa sadar menyebarkan virus Covid-19
ini. Padahal menurut pandangan awam dinilai
sehat. Sehingga Covid-19 ini melakukan serangan tanpa bentuk kepada manusia
yang sehat. Sehingga bisa mengancam
keselamatan manusia yang terkena virus tersebut tanpa calon korban menyadari.
Oleh karena itu
diperlukan kesadaran bagi
setiap individu bahwa hidupnya harus berubah untuk menanggkal setiap serangan Covid 19 ini.Dengan
cara mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang selama ini digencarkan
pemerintah.Karena adanya “revolusi senyap” dari pandemi Covid-19 ini nyawa
setiap manusia di dunia menjadi terancam oleh gerakan tanpa bentuk
dari virus ini.
Melahirkan New Normal
Setiap orang di seluruh dunia
sekarang dipaksa untuk menyesuaikan diri untuk adaptif dengan covid-19. Dimana mereka harus mengubah kebiasaan yang selama ini ada
sebelum Covid-19 menjadi kebiasaan baru seperti
bekerja dari rumah (work form home), tinggal di rumah (Stay at Home), memakai masker, melakukan
jarak sosial (social distancing)
serta kebiasan cuci tangan dan melakukan
kegiatan atau pertemuan secara virtual (online).Semuanya
dilakukan agar tidak terkena virus
Covid1-19 yang sangat mematikan ini. Kebiasaan lama seperti berkerumun,
pertemuan organisasi atau profesi yang mengandalkan permuan fisik (tatap muka) sekarang dikurangi atau sebisa mungkin dihindari, bahkan kalau
bisa ditiadakan. Sehingga revolusi Senyap Pandemi Covid-19 melahirkan “anak kandung”
berupa tatanan dunia baru dan masyarakat yang berubah drastis. Perubahan inilah yang
sekarang dikenal sebagai “New Normal.”
Menurut juru bicara Pemerintah untuk penanganan Covid -19 Achmad Yurianto istilah New Normal lebih menitik beratkan perubahan budaya masyarakat untuk terbiasa hidup sehat. Kebiasaan seperti rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menggunakan masker saat bepergian, menghindari kerumunan massa, dan juga menjaga jarak fisik saat berinteraksi dengan orang lain (physical distancing). Mau tidak mau, suka tidak suka, suka rela atau terpaksa setiap manusia harus menyesuaikan dengan “new normal” ini. Ia merubah kebiasaan lama ke kebiasaan baru yang mungkin berbeda 180 derajat dengan kebiasaan sebelum pandemi covid-19 ini mewabah. Semuanya di lakukan untuk bisa terhindar atau setidaknya meminimalisir resiko untuk terinfeksi virus-19 ini.
Beralih ke Cyber Space
Perubahan pola
hidup manusia di dunia akibat revolusi
senyap Pandemi covid-19 ini
terutama beralihnya saluran pertemuan
manusia dari sarana fisik (kontak
fisik) berubah ke kontak pertemuan virtual (online) sehingga ruang
sosial manusia bermigrasi ke dunia maya (online). Sehingga aplikasi sperti Zoom Meeting, Skype,Google Hangouts, Google Meet, dan belasan apliksi lainnya begitu
populer untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial masyarakat. Sehinga
walaupun tidak ada pertemuan fisik tapi tetap bertemu dalam dunia online untuk
keperluan bisnis atau rapat dan
interaksi sosial lainnya. Demikian juga perilaku masyarakat dalam berbelanja pun
berubah dengan lebih banyak melakukan belanja
online lewat situs belanja online. Hampir semuanya
berpindah ke Cyber Space (ruang
virtual/maya).
Demkianlah ternyata revolusi
senyap Pandemi Covid-19 ini telah melahirkan
era “New Normal” masyarakat dunia. Kini kita bisa mengucapkan selamat
datang ekonomi virtual dan masyarakat
cyber di era “New
Normal” akibat “revolusi Senyap” pandemi Covid-19 ini. Anda setuju?
*Tulisan ini pernah di muat di Harian Bhirawa Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar