Rabu, 28 Oktober 2020

 Mendamba Aksi Demonstrasi Damai


Oleh :

Untung Dwiharjo

Peneliti pada LAZNAS YDSF, Alumnus Fisip Unair

Demonstrasi adalah sarana untuk menyalurkan aspirasi. SebagaimanaDemontrasi menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law pada 8Oktober 2020. Tapi demontrasi yang melibatkan mahasiswa dan paraburuh itu berakhir ricuh. Massa pendemo membakar fasilitas umumseprti halte, bioskop, mobil aparat dan lain sebagainya. Benarkahyang merusak itu adalah masa asli masa pendemo atau penyusupyang memang sengaja untuk merusak citra mahasiswa?

Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang merupakan wujudkeprihatinan mahasiswa terhadap ketidakpekaan pemerintah dananggota dewan terhadap nasib rakyat yang menderita karena pandemi Covid-19. Rakyat yang dipaksamengencangkan ikat pinggang dengan adanya Pandemi Covid-19 seakan harus menerima pil pahit dengan adanyaUU Cipta Kerja.

Demonstrasi sebagai Gerakan Moral

Demonstrasi galibnya muncul ketika sebuah negara mengalami situasi yang tidak menentu atau terjadi krisis,sejarah telah memberi kabar tersebut. Demonstrasi mahasiswa 1965 misalnya turun ke jalan mengutukpembunuhan jenderal oleh apa yang dinamakan G 30 S/PKI yang selanjutnya melahirkan Tritura dimana salahsatunya menuntut pembubaran Partai Komunis Indoensia (PKI). Selanjutnya Demonstrasi mahasiswa 1974 yangterkenal dengan peristiwa Malari 1974. Menurut mantan aktifitis mahasiswa 1974 Hariman Siregar bahwaPeristiwa Malari 1974 sebagai “gerakan intelektual” menggugat strategi pembangunan Orde Baru beserta ekses-eksesnya seperti kesenjangan ekonomi-sosial dan dominasi modal asing (Fatah, 1999).

Kemudian demontrasi mahasiswa 1998 sebagai kepedulian mahasiswa terhadap krisis ekonomi 1998 yang padaakhirnya berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto. Selain itu secarasporadis gerakan mahasiswa juga melancarkan demontrasi turun ke jalan seperti pada penolakan UU KPK yangbaru dan lain sebagainya.

Untuk Konteks Indonesia, Kemunculan peranan keompok ini dalam kehidupan sosial politik Indonesia adalahfenomena khas abad 20. Kemunculan gerakan mahasiswa ini disebabkan memang mahasiswa memilikikarakteristik khusus dalam kehidupan politik angkatan muda. Pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakatyang memperoleh pendidikan terbaik sehingga mempunyai horison yang luas diantara keseluruhan untuk lebihmampu bergerak di antara pelapisan masyarakat. Kedua, Mahasiswa telah mengalami proses sosialiasi politikyang terpanjang. Ketiga, Kehidupan kampus membuat gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. KeempatMahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomiandan prestise di masyarakat. Kelima, Meningkatnya Kepemimpinan mahasiswa dikalangan angkatan muda (Sanit,1995).

Dari karakteristik mahasiswa yang dikemukan seperti di atas maka sejatinya setiap demonstrasi turun ke jalanmahasiswa adalah gerakan moral. Ketika ada peristiswa anarkis seperti perusakan fasilitas umum sepetikendaraan, pembakaran fasilitas umum berdasarkan pengalaman selama ini biasanya adalah preman atau orangluar yang memang ingin demonstrasi mahasiswa dan umum menjadi chaos dan tidak terkendali yang ujung-ujungnya mahasiswa jadi tertuduh (kambing hitam) yang selanjutnya menjadi legitimasi penangakapanmahasiswa. Peristiwa Malari 1974 menunjukan fakta tersebut. Jadi peristiwa perusakan fasilitas umum yangterjadi pada demo 8 Oktober 2020 yang bertujuan menolak UU Cipta Kerja menurut hemat penulis dilakukanoleh massa liar bisa jadi preman atau massa bayaran yang bertujuan merusak nama baik mahasiswa dalamdemonstrasi tersebut.

Lihat Substansi Tuntutan Demonstrasi

Sebenarnya mahasiswa terjun ke arena politik misalnya dengan melakukan aksi turun ke jalan melakukandemonstrasi jika terdapat “situasi anomi yang kuat” di dalam masyarakat (Sanit, 1995). Dalam hal ini adanya UU Omnibus Cipta Kerja yang dipandang akan membawa banyak masalah bagi masyarakat. Pandangan itu munculkarena UU ini dipercepat pengesahannya dan waktunya pada tengah malam sehingga minim partisipasi publik.Bahkan kabarnya anggota dewan yang menghadiri sidang tersebut tidak mendapatkan fotokopi draf UU tersebut.Sehingga terkesan banyak rekayasa. Berkaca pada masalah tersebut maka mahasiswa dan elemen masyarakatturun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi untuk menolak UU Cipta Kerja kepada pemerintah dan anggota dewan(DPRD/DPR) agar mencabut UU yang dipandang bisa membuat masyarakat cilaka.

Jadi sebenarnya dalam hal ini pemerintah harusnya memperhatikan substansi tuntutan peserta demontrasi untukdijadikan masukan untuk keputusan politik selanjutnya. Bukan mencari kambing hitam dengan menangkapimahasiswa sebagai aktor yang dipandang melakukan perusakan fasilitas umum sehingga subsatansi tuntutan parademontrasn seolah-seolah tertutupi oleh tindakan mereka yang dipandang negatif. Padahal belum tentu merekamelakukan itu, karena mereka sebagai insan intelektual, gerakan meraka adalah dari hati nurani yang tulus inginmembela kepentingan rakyat. Tidak untuk untuk berbuat onar dan anarkis sebagaimana biasanya para premanatau orang jalanan lakukan.

Perlu Pendekatan Humanis

Sebenarnya dalam menangani para demonstran aparat harusnya mengunakan pendekatan humanis kepada paramahasiswa dan elemen masyarakat yang lain ( misalnya buruh). Dalam hal ini aparat yang bertugas sebagaidalmas (pengendali massa) paradigmanya harus berubah yaitu: dari represif ke persuasi, dari monolog ke dialog,dari defensif ke responsif.

Hal tersebut bisa dilakukan dengan ketika melakukan tugas sebisa mungkin menggunakan tidak peralatan bakperang sipil. Seperti pentungan, tameng, gas airmata, sampai barakuda, yang semuanya seperti melihat parademosntran sebagai musuh, yang harus dihalau kalau perlu dengan cara kekerasan agar bisa membuat jera.

Sebaiknya menurut penulis aparat di lapangan lebih banyak mengunakan pendekatan dialogis dan persuasifdengan peserta demonstrasi. Sehingga mengurangi resiko terjadinya anarkisme yang dilakukan oleh massa yangtidak bertanggung jawab. Sehingga kita berharap dalam setiap demontrrasi kita mendambakan demontrasi yangdamai. Apalagi sekarang masa pandemi Covid-19 maka selayaknya pemerintah dan DPR membuat regulasi yangberpusat untuk bagaimana agar pandemi ini cepat berakhir, bukan malah membuat regulasi semacam UUOmnibus Law Cipta Kerja yang kontroversial dan membuat resah masyarakat. Masyarakat butuh kedamaian jugademontrasi yang damai.

——— *** ———

*Artikel ini pernah dimuat Harian Bhirawa  

Tidak ada komentar: