Kamis, 29 Oktober 2020

 Pandemi Covid1-19 dan Arus Balik Warga Kota


Oleh :

Untung Dwiharjo

Peneliti pada LAZNAS YDSF, Alumnus Fisip Unair

Dunia kini dalan kondisi jungkir balik akibat Pandemi Covid-19.Salah satunya adalah arus balik warga kota ke desa. Tidak sepertibiasanya warga desa banyak yang menuju kota untuk mencari rezeki(migrasi), kini yang terjadi adalah orang orang kota justru kembali kedesa untuk bisa bertahan hidup. Hal itu seperti diungkapkan PresidenJoko Widodo yang mengatakan bahwa Pandemi Covid-19 ini telahmengakibatkan perpindahan dari penduduk kota ke desa. Hal Ituterjadi karena dampak ekonomi yang cukup terasa di perkotaanakibat Pandemi Covid-19. Presiden menyebut dengan istilah“ruralisasi” sebagai kebalikan dari urbanisasi. (kumparan.com,24/9/20).

Memang Pandemi Covid-19 serta adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB)guna menekan persebaran virus gersebut di masyarakat. Akibatnya terjadi tekanan ekonomi yang dalam ke wargamasyarakat di perkotaan. Dimana warga pedesaan yang mencoba peruntungan di kota banyak bergantung padasektor informal seperti bekerja menjadi pedagang kaki lima (PKL), membuka warung kopi (warkop), pekerjaserabutan dan lain sebagainya. Kini mereka terdampak karena adanya pembatasan sosial dimana interaksi antarorang dibatasi sehingga “omset” mereka turun sehingga berdampak pada pendapatan mereka untuk memenuhikebutuhan hidup. Sebagai salah satu jalan keluar akhirnya mereka kembali ke desa, dimana mereka masihmempunyai jaringan sosial untuk bisa menyambung hidup.

Fenomena “Ruralisasi”

Resesi melanda dunia akibat Pandemi Covid-19. Sebagaimana diungkapkan Bank Dunia menyatakan bahwa 92persen negara di dunia akan jatuh ke jurang resesi. Salah satunya Indonesia (JawaPos, 25/9/20). Hal ituterkonfirmasi oleh keterangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) bahwa Indonesia mengalamiresesi ekonomi di kuartal III 2020. (Jawa Pos, 25/9/20). Gejala resesi itu terasa dimana ekononomi mengalamiminus 5, 32 persen pada kuartal II 2020. Sektor usaha di perkotaan terutama resto, hotel, travel dan pendidikanmengalami pukulan hebat.

Sehingga pemutusan Hubungan kerja (PHK) pun dilakukan dunia usaha dalam rangka efisiensi untuk bisabertahan. Akibatnya banyak karyawan atau pekerja yang berasal dari desa terkena PHK. Imbasnya mereka punmenjadi pengangguran. Karena adanya pembatasan interaksi sosial yang diperlakukan oleh pemerintah (misalnyaPSBB di DKI Jakarta), maka para pekerja yang terkena PHK pun tidak banyak pilihan untuk memulai usaha baru.Kalau dalam krisis 1998 dimana banyak pekerja yang terkena PHK bisa memulai usaha baru dengan membukausaha di sektor informal, misalnya bisnis kuliner atau PKL untuk menyambung roda ekonomi rumah tangga. TapiTidak dengan krisis yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19 saat ini. Justru interaksi pertemuan antar orangdibatasi sehingga pilihan usaha hanya lewat jualan online yang sesunguhnya membutuhkan waktu.

Karena keterdesakan ekonomi maka banyak pekerja di kota kembali ke desa. Wilayah Kota-kota besar sepertiDKI Jakarta dan kota besar lainya misalnya dengan adanya Pandemi Covid-19 ini “patut diduga” sebagai kotapenyumbang warga kota yang kembali ke kampung halaman (desa) untuk memulai hidup baru. Menurut penulisada empat faktor mereka kembali ke kota. Pertama, masih tingginya angka orang terkena Covid-19 yangepicentrumnya berada di kota besar. Terutama kota besar seperti DKI Jakarta. Sehingga demi keamanan diri dankeluarga maka mereka merasa lebih nyaman kembali ke desa. Kedua, Menunggu redanya Pandemi Covid-19 didesa, sambil wait and see keadaan kota besar untuk melihat kemungkinan kembali ke kota besar apabila di desatidak ada pekerjaan tetap. Ketiga, Adanya jaringan sosial (kerabat, sanak famili) di desa yang kemungkinanmasih bisa dijadikan tempat untuk mencari bantuan kehidupan baik modal maupun pekerjaan. Keempat,Banyaknya bantuan pemerintah yang digelontorkan ke desa untuk menangulangi pandemi Covid-19 seperti DanaBansos Tunai, BLT Desa, Program Keluarga Harapan (PKH) dan serta dana Desa serta lain sebagainya.

Sehingga fenomena kembali ke desa (ruralisasi) sebenarnya semacam mekanisme alamiah untuk bertahan hidupwarga kota yang berasal dari desa, karena keterdesakan ekonomi akibat Pandemi Covid-19. Fenomena ini secara teroritis bisa dijelaskan dengan apa yang disebut oleh Patrick Mc Auslan (1984) dengan “efek lompat katak”dimana banyak warga kota yang “bedol kota” untuk kembali ke desa karena situasi kota yang tidak terkedaliakibat pandemi Covid-19. Sehingga terjadi apa yang disebut proses invasi dan suksesi warga kota ke desa.

Waktunya Membangun Desa

Dengan momentum banyaknya orang kota yang “mudik” ke desa karena Pandemi Covid-19 ini maka sebenarnyabisa menjadikan desa untuk menata diri lebih baik. Sehingga apa yang terjadi dengan desa “Miliader” di daerahKabupaten Gresik bisa dijadikan contoh. Dimana kepala desa dan warganya bergotong royong untuk memajukandesa secara bersama-sama memajukan desa dengan usaha dan kerja keras akhirnya membuat desa bisa mandiridan bisa memenuhi kebutuhan ekonomi warganya secara baik. Sehingga tidak membuat warga desanyaberkeinginan untuk ke kota. Apabila fenomena desa miliader bisa “dicloning” di desa yang menjadi tujuan wargakota maka hampir pasti warga kota yang kembali ke desa tidak akan kembali ke kota.

Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah dalam membangun desa. Berikut ini usulan penulis: Pertama, di desatempat orang kota kembali desa (desa asal) perlu dipetakan potensi yang bisa dikembangkan untuk memutar rodaekonomi warga desa. Seperti desa Sekapuk yang kini menjadi desa Miliader tersebut memetakan potensi desanyadengan wisata alam Setigi. Jadi potensi alam apa yang bisa dikembangkan di desa tujuan orang kota yang bisadikembangkan. Kedua, memetakan produk UKM yang bisa dikembangkan untuk membuka lapangan kerja bagiwarga pendatang dari kota. Sebagaimana desa Miliader memproduki setiap kampung membuat snack-snack (makanan ringan ) yang dijual di sekitar komplek wisata Setigi. Ketiga, mematakan potensi dari pribadi wargayang kembali dari kota ke desa. Seperti pengalaman teman penulis yang kembali dari ibukota DKI Jakarta karenaada Pandemi Covid-19. Maka dirinya kembali ke desa dengan membuka usaha berjualan ayam Goreng Khas kotaasalnya di bilangan daerah di Jawa Tengah. Usahanya itu dirintisnya berdasarkan pengalaman dirinya berjualanmakanan di Ibu Kota Jakarta. Sekarang usahanya itu laris manis terutama dengan memanfatkan jaringan alumnisekolah dan warga sekitar. Keempat, Membangun semangat kebersamaan antar sesama penduduk yang barukembali dari kota dan penduduk asli desa yang telah lama menetap. Hal ini diperlukan untuk mengikis rasa curigadan membangun kebersamaan warga. Kelima, memfungsikan dana desa sebagai dana yang padat karya untukmemutar roda ekonomi desa. Ketujuh, Menyalurkan bantuan Bansos tunai, BLT desa dan PKH tepat sasaran didesa sehingga menjadi ” bantalan sosial” bagi warga kota yang kembali ke desa, selagi mereka belum bekerja.

Demikian krusial desa sekarang ini karena Pandemi Covid-19, sehingga orang kota pun harus kembali ke desauntuk mencari kehidupan ekonomi. Sungguh Keadaan ini menunjukan bahwa saatnya kita berdamai dengan alamterutama desa. Selamat Membangun desa kawan.

————– *** —————–

*Artkel ini pernah dimuat  di harian Bhirawa  

Tidak ada komentar: