Jumat, 23 Oktober 2020

 

Peranan  TNI Dalam  Era  Globalisasi*

( Refleksi  HUT  ke-75 TNI   5 Oktober 2020)


Oleh  Untung  Dwiharjo

Peneliti pada  LAZNAS  YDSF, Alumnus  Fisip Unair

Pada  Setiap  tanggal 5 Oktober  Tentara  Nasional Indonesia  (TNI) mempunyai gawe Besar.  Berupa  Peringatan ulang tahun  kelahiran dirinya.  Dimulai  dari tahun 1945 dimana  TNI  banyak berpearan  dalam  membela eksistensi  Negara  Republik Indoensia dari Penjajahan negara asing sampai era sekarang ini. Perjalanan yang  berliku dan penuh onak dan duri  untuk  mempertahankan negara ini dari rongorongan  bangsa asing serta   gejolak  dalam  negeri  yang   memuncak  pada  meletusnya peristiwa  G 30 Sepetember 1965/PKI yang  mengakibatkan gugurnya pucuk pimpinan  TNI  Angkatan Darat.

TNI pun  bersama-sama rakyat  turut memberantas  bahaya  dari  dalam negeri tersebut sehingga negera  kembali aman dan terkendali. Sampai kemudian pada masa Orde  Baru  TNI   menjalankan fungsi sebagai  “dwifungsi ABRI”  dengan  menjalankan  fungsi  hamkam dan  politik. Sampai  pada  era reformasi  TNI   diposisikan  “Kembali  ke Barak”  yang hanya mengurusi pertahanan negara.

Dinamika  Peran  TNI

Dalam Setiap  refleksi  Hari ulang  tahun TNI. Maka tidak dapat dilepaskan  dari  peran  TNI dari  masa-ke masa. Untuk itulah kita  harus  mengingat  Pidato Jenderal Abdul Haris  Nasution sebagai  KSAD pada HUT I Akademi Militer   Magelang  tahun 1958 yang menyampaikan pidato “jalan tengah” yang sangat  monumental, saat itu ia membedakan secara tegas antara  TNI dengan tentara bayaran  yang apolitik  di Barat maupun  tentara yang “ haus kekuasaan” seperti  di Amerika Latin  (Haryadi, 1990).

Pidato   Jalan Tengah  Nsution itu  kemudian diadopsi oleh pemerintahan  Orde  Baru dengan  “dwifungsi ABRI” dimana  tentara disamping sebagai kekuatan  pertahanan ( tempur) sekaligus  juga kekuatan politik dengan  memiliki wakil di lembaga legistlatif  (MPR).  Sehingga banyak perwira-perwira  TNI waktu itu yang dikaryakan di luar  wilayah kemiliteran.

Selanjutnya  pada  masa reformasi  setelah  yang ditandai dengan tumbangnya  pemerintahan  Suharto  maka atas  amanat  reformasi   TNI  mengalami  perubahan peran. Yaitu  setelah TNI  berpisah  dengan  POLRI, dimana  TNI  harus “Kembali ke Barak. Dalam Hal ini  TNI  tidak lagi berpolitik  tetapi hanya  menangani  masalah keamanan saja. Hal tersebut  karena  tuntutan reformasi  yang menginginkan TNI tidak dijadikan alat oleh  negera  untuk  mempertahankan  kekuasaan  sebagaimana dipraktekan  Pak  Harto di masa Orde Baru .

 

Hindari  Jadi Alat Kekuasaan

TNI  harusnya  tidak menjadi alat kekuasaan.  Untuk dibenturkan  dengan rakyat. Sebagaimana terjadi pada kasus sengketa lahan, dibenturkan  dengan kalangan  mahasiswa  dan kekuatan  civil society. Seperti pada  penangkapan mahasiswa pada masa reformasi yang berujung pada gugurnya  beberapa  mahasiswa. Yang sampai sekarang  belum ditemukan  jasadnya.

Untuk itulah harusnya  TNI tidak  menjadi alat kekuasaan  negara untuk mempertahankan kekuaasaan politik pihak-pihak tertentu di republik ini. TNI  harus lepas dari  kekuatan politik manapun, terlebih lagi dari para cukong yang  ada di negara ini. Sehingga  TNI  bekerja  dengan  hati nuraninya.  Bukan kepada pemilik  modal yang berkantong tebal.

Terlebih  jangan sampai TNI di dikte oleh kekuatan tertentu untuk  selalu melayani  kepentingan golongan tertentu  yang mungkin itu bertentangan  dengan  sumpah  prajurit dan Sapta Margaserta Pancasila & UUD 1945.  Jangan sampai TNI bertindak represif  kepada pihak tertentu  yang dipandang sebagai lawan sebagaimana  terjadi di masa lalu. Jangan sampai TNI  menjadi perangkat negara yang ideologis (Ideological State Apparatus/RSA) sebagaimana dikatakan Louis Althuser (1971). Dimana sifat RSA bersifat sentralistis dan sistematis yang berfungsi sebagai penyanggga kekuasaan yang sah dan eksplisit.(Cahyadi, 1993).    

Peran  Di tengah  Globalisasi.

Kini diarus  perubahan zaman yang sangat  cepat, dimana peran teknologi informasi (IT) dan perkembangan internet  dan digitalisasi  kehidupan manusia dengan adanya pandemi Covid-19. Memaksa TNI pun  harusnya  melakukan reorintasi  peran  di masa  yang akan datang.  Pelibatan  perwira militer misalnya  dalam penanganan Covid-19 tentunya bisa dilihat sebagai  sinyal perubahan peran TNI  dalam kehidupan bermasyarakat  dan bernegara. Tapi gejala ini perlu dilihat  apakah temporer saja atau  untuk seterusnya.          

Kemudian  ditengah  zaman serba canggih ini TNI  perlu  perubahan  pendekatan  dalam  memecahkan  persoalan bangsa, karena  bagaimanapun  juga TNI  masih  dipandang sebagai kekuatan pengintegrasi sekaligus pembangun bangsa. Dimana  sebagai militer profesional  memusatkan diri pada fungsi pertahanan dan keamanan, menjauhkan diri dari politik serta lebih peduli pada pembinaan secara ketat profesionalisme kemiliteran ( Fatah, 1998).

Kini ditengah globliasi   TNI butuh reorientasi peran dimana dibutuhkan  perubahan-perubahan dalam bahasa politik militer : dari represi ke persuasi, dari monolog ke dialog dan dari defensif ke responsif. Sehingga di era kontemporer ini  peran TNI menjadi lebih humanis, peka dengan  kondisi negara dan rakyatnya sehingga  jiwa sapta  Marga TNI untuk   memihak rakyat  sebagaimana awal berdirinya di tahun 1945 tetap  menjadi pedoman.

Apalagi sekarang di era  perang semesta dengan  adanya perang teknologi maka TNI  dituntut  lebih responsif dengan persoalan rakyat. Kini waktunya TNI berperan sebagaimana digambarkan  Peter Britton ( 1996) dari “jago”  menjadi “ Satria”. Selamat Ulang  Tahun TNI.  

*Pernah dimuat di  Harian Bhirawa Online pada  Senin, 5 Oktober 2020 

   

Tidak ada komentar: