Selasa, 27 Oktober 2020

 Covid-19 dan Resistensi Sosial


Oleh:

Untung Dwiharjo

Peneliti Pada Lembaga Filantropi di Surabaya, Alumnus Fisip Unair

Wabah pendemi Covid-19 telah melanda hampir seluruh negara di didunia ini. Virus ini tidak memandang negara kaya atau negara miskinsemua ikut terimbas. Korban jutaan manusia pun ikut terpapar virusmematikan tersebut. Tidak terkecuali negara kita Indonesia. Korbandari masyarakat bawah sampai atas, dari masyarakat biasa sampaipejabat. Tidak terkecuali tenaga medis pun i ikut tumbang dalamusaha mereka untuk menyelamatkan pasien yang terpapar covid-19ini.

Kini dampaknya tidak hanya aspek korban jiwa dari yang terpaparvirus Covid-19 ini. Tapi juga sektor ekonomi dan keuanganmasyarakat juga ikut terpuruk seiring pendemi Covid-19. Para pekerja harian seperti ojek online ( ojol), pedagangasongan, Pedagang kaki lima (PKL), dan pedagang di pasar tradisional. Demikian juga sektor ritel perdagangan modern pun ikut lumpuh. Mal-mal di kota besar sepi dari pembeli atau banyak yang sudah ditutup. Karenaadanya anjuran untuk tinggal di rumah dan jaga jarak sosial (social distancing). Omset para pedagang terjunbebas sampai hampir nihil pemasukan. Dengarlah keluh kesah pedagang di sentra kuliner di salah salah satubilangan di Surabaya bahwa dari tadinya yang sebelum Covid-19 setiap hari ada 1500-2000 pembeli sekaranghanya satu orang dan hampir tiada pembeli yang datang. Sehingga dengan kesadaran sendiri mereka menutuplapak warung mereka.

Tidak hanya dampak ekonomi saja yang dirasakan masyarakat akibat covid19 ini, dampak sosial juga miris kalaukita mendengar dan membaca berita di berbagai media baik cetak mapun elektronik. Dampak sosial yang palingnyata adalah penolakan masyarakat terhadap para korban Covid -19 untuk dimakamkan di daerah mereka. Mu laidaerah Sidoarjo (Jawa Timur), Ciamis (Jawa Barat), dan beberapa daerah di Luar Jawa. Penolakan terhadapKorban Covid-19 yang membuat kita sangat terkejut adalah penolakan seorang perawat yang meninggal karenamerawat corban Covid-19 yang telah meninggal dunia di Semarang – Jawa Tengah oleh warga sekitar tempatpemakaman. Sehingga almarhum perawat tersebut pemakamannya di pindah. Padahal perawat tersebut telahmengorbankan segalanya untuk merawat pasien Covid-19 termasuk nyawa mereka. Sungguh suatu tragedi yangsangat memilukan.

Resistensi Sosial

Gejala penolakan (Resistensi) sosial terhadap pemakaman para korban Covid-19 ini sungguh sangatmencemaskan kita semua. Para korban Covid-19 harusnya diperlakukan secara wajar atau tidak ditolak ketikamereka di makamkan di pemakaman sekitar mereka tinggal, karena jenazah mereka telah melalui prosedurpenanganan jenasah sesuai Protokol Covid-19. Sehingga sebenarnya tidak akan menularkan virus tersebut kelingkungan sekitarnya. Jauh-jauh hari sebenarnya penolakan sosial terhadap orang yang dianggap bisamenyebarkan virus mematikan ini sudah terjadi. Misalnya penolakan masyarakat terahadap perawat yang bekerjadi rumah Sakit rujukan Covid -19, sehingga mereka terpaksa pindah kos atau kontrakan. Penolakan terhadapanak-anak tenaga medis yang menangani Covid-19 untuk ber main ke rumah tetangga. Karena mereka dianggapberbahaya sebagai pembawa Covid-19. Para korban Covid-19, paramedis yang menangani mereka dan keluargamereka telah memperoleh label sebagai “orang haram” yang harus dijauhi dan dihindari. Sungguh suatu kondisiyang membuat kita prihatin dan terkejut dengan perlakuan masyarakat terhadap mereka semua. Meminjambahasa Bang Haji Roma Irama dengan istilah “Terlalu”.

Jalan Keluar

Melihat Kondisi tersebut maka kiranya perlu pemerintah melalui gugus tugas Penanganan Covid-19 memberikanedukasi ke masyarakat bahwa pasien Covid – 19 yang meninggal tidak beresiko menularkan virus kepadalingkungan di sekitar makam karena ditangani sesuai dengan protokol Covid -19. Kampaye ini perlu dilakukansecara masif dan terus menerus sehingga bisa merubah pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap pasien yangmeninggal karena paparan virus Covid-19. Diharapkan dengan kampanye ini masyarakat tidak perlu takut dandapat menerima apabila jenasah pasien Covid-19 akan dimakamkan di lingkungan mereka. Kampanye ini jugaberlaku bagi pasien yang sembuh sehingga mereka tidak diperlakukan sebagai pembawa virus sehingga diisolasidari pergaulan masyarakat. Kedua, Perlunya pihak pemerintah (provinsi/ kabupaten/ Kota) menyediakanpemakaman khusus bagi pasien Covid-19. Sehingga memberikan kepastian tempat kepada jenasah pasien

*Pernah  dimuat di Harian  Bhirawa  

Tidak ada komentar: